I. Perjuangan
Diplomasi Maritim Indonesia
Dimulai dari Deklarasi Djuanda 57 tahun
yang lalu yang bertujuan untuk menjelaskan ke dunia bahwa laut yang ada
diantara pulau-pulau di Indonesia adalah bagian wilayah laut Indonesia.
Indonesia melegalisasi deklarasi tersebut dalam UU RI No.4/Prp. 1960 perihal
perairan Indonesia. Deklarasi Juanda tidak hanya terhenti pada deklarasi tetapi
juga diperjuangkan menjadi landasan penentuan batas laut bagi komunitas
internasional.
Diplomasi maritim mengawal Deklarasi
Djuanda supaya diterima oleh komunitas internasional. Pada tahun 1982,
mayoritas anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati Konvensi PBB
tentang Hukum Laut (The United Nations Convention on the Law of the
Sea/UNCLOS-82) di Wina. Deklarasi Juanda juga tercantum di dalam UNCLOS dengan
mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.
UNCLOS berisi tentang pengakuan 12 mil
laut teritorial dari negara-negara di dunia dan adanya kedaulatan negara atas
sumber daya kelautan dan keterkaitan hukum lainnya di Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) selebar 200 mil dan landas kontinennya. UNCLOS diratifikasi oleh
Indonesia dalam bentuk UU No 17/1985. Majelis Umum PBB mensahkan UNCLOS sebagai
fondasi hukum atas kelautan dunia yang berlaku efektif pada tanggal 16 November
1994.
Dibutuhkan waktu yang lama untuk
memasukkan Deklarasi Juanda ke dalam UNCLOS (25 tahun). Kesabaran dan ketekunan
adalah modal dari para pendahulu kita terutama Mochtar Kusumatmadja dan Hasjim
Djalal.
Indonesia secara konsisten
memperjuangkan agar elemen-elemen Deklarasi Juanda masuk ke dalam UNCLOS.
Diplomasi maritim juga melakukan perundingan- perundingan bilateral antara
Indonesia dan negara-negara yang berbatasan langsung dengannya seperti
Malaysia, Singapura, Palau dan Australia. Ada perundingan yang sudah disepakati
dan ada juga yang masih berjalan.
II.
Wilayah
Maritim Indonesia
Seperti yang disampaikan pada UNCLOS sebuah negara
pantai berhak atas
laut territorial (hingga
12 mil laut),
zona tambahan (hingga 24
mil laut), ZEE
(hingga 200 mil
laut), dan landas
kontinen atau dasar laut
yang lebarnya bisa
lebih dari 200
mil laut. Ini
berdasarkan ketentuan Konvensi
PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Dari mana lebar zona maritim ini
diukur? Dari garis pangkal. Garis
pangkal ini bisa berupa garis pantai ketika air surut atau bisa juga berupa
garis lurus yang menghubungkan titik paling tepi pulau-pulau terluar.
Indonesia, dalam hal ini, berhak atas
garis pangkal demikian
yang disebut garis pangkal
kepulauan. Gambar berikut :
Gambar diatas Kawasan maritim yang
bisa diklaim negara pantai (kepulauan) menurut UNCLOS
Dari gambar di
atas bisa dilihat bahwa luas
laut yang bisa diklaim
sangatlah luas menurut UNCLOS, jauh
lebih luas dari
daratannya sendiri. Meski
demikian, mungkinkah sebuah negara
bisa mengklaim laut
yang begitu luas?
Tentu tidak mungkin
karena di sekitarnya pasti ada
negara tetangga yang
juga memiliki hak
yang sama. Artinya,
meskipun suatu negara berhak
atas ZEE sejauh
200 mil laut,
negara tersebut tentu
tidak bisa mengklaim semuanya jika tetangganya berada kurang
dari 2 x 200 mil laut darinya.
III.
Perbatasan-Perbatasan
Dengan Negara Tetangga
Dilihat dari sisi Geografis Indonesia
terletak berdekatan dengan beberapa negara yang ada disekitarnya sehingga
indonesia tidak dapat mengklaim atas ZEE sejauh 200 mil laut, dikarenakan oleh
negara-negara yang berdekatan dengan indonesia juga berhak atas hal tersebut.
Karena sama-sama berhak
dan jaraknya yang
berdekatan, negara-negara
pantai harus berbagi
laut yang disebut
dengan delimitasi maritim,
seperti diilustrasikan pada Gambar dibawah ini :
Atas dasar
tersebut maka harus dibuat kesepatan antar negara yang saling berbatasan untuk
membuat batas maritim antar negara tersebut. Tapi hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan, hal
tersebut dikarenakan karena pada dasarnya negara pasti ingin wilayah yang
seluas-luasnya, hal tersebut mengakibatkan sulit disepakati perjanjian tersebut
atau perlu perundingan atau negosiasi yang alot untuk dapat menetapkan batas
antar negara-negara tersebut. Hal tersebut pula yang mengakibatkan saling klaimnya
batas antar negara-negara tersebut sehingga terjadi saling klaim atas wilayah
laut antar negara-negra yang berdekatan. Hal tersebut harus segara diatasi
dengan diadakannya perundingan antar negara-negara tersebut agar permasalahan
pelanggaran batas wilayah atar negara-negara bisa segera diatasi.
Referensi
1. I
Made Andi Arsana, “Memagari Laut Nusantara : Penetapan Batas Maritim Indonesia
untuk Mendukung Kedaulatan dan Hak Berdaulat NKRI”