Minggu, 29 Maret 2015

Tantangan Indonesia di Samudera Hindia untuk Menuju Poros Maritim Dunia


Pembangunan Indonesia di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan difokuskan pada dunia maritim. Indonesia sendiri pada hakekatnya adalah negara maritim dengan posisi strategis di antara dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Berbagai kebijakan pun diarahkan untuk memperkuat tujuan tersebut, di antaranya upaya membangun kembali budaya maritim Indonesia, pengelolaan sumber daya laut, pengembangan dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan pembangunan kekuatan pertahanan maritim. Untuk memainkan peran yang efektif dan konstruktif, Indonesia harus berhati-hati dalam memahami wilayah Samudera Hindia, dan harus memahami aspek yang benar-benar memiliki manfaat.
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, keberadaan Samudera Hindia sangat strategis. Sekitar 20 persen dari total perniagaan di seluruh dunia, harus melalui perairan ini. Sebuah studi dari French Institute for the Exploitation of the Sea merilis bahwa lalu lintas kapal di Samudera Hindia mengalami pertumbuhan lebih dari 300 persen dalam dua puluh tahun terakhir. Memahami makna strategis Samudera Hindia, maka negara-negara di pesisir pun telah mengambil langkah-langkah penting guna meningkatkan kemampuan angkatan laut.
Akibatnya, Samudera Hindia kini menjadi ‘rumah’ bagi alokasi anggaran militer terbesar di dunia. Misalnya, tahun ini India menyediakan 5,8 miliar dollar untuk memodernisasi dan memperluas kemampuan angkatan laut, yang meliputi penambahan perlengkapan untuk kapal induk Vikrant, dan mengaktifkan reaktor kapal Arihant.
Sementara itu, Tiongkok terlihat aktif dalam membangun pelabuhan di Myanmar, Bangladesh, Pakistan, Seychelles dan Maladewa. Meskipun pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa pelabuhan itu dibangun untuk tujuan komersial, namun dikucurkannya bantuan di bidang militer dan ekonomi di wilayah tersebut telah menimbulkan tanda tanya. Diduga, ada ambisi jangka panjang Tiongkok di Samudera Hindia.
Sementara itu, ada berbagai kasus rumit yang terjadi di Samudera Hindia seperti; bajak laut (di pantai lepas Somalia), atau keberadaan negara non-penandatangan non-proliferasi nuklir, dan ketidakjelasan proyeksi militer Amerika Serikat dari Diego Gracia. Tantangan-tantangan keamanan ini, semakin hari semakin kompleks, dan sayangnya berjalan berlarut-larut tanpa solusi yang efektif.
Lalu, peta regional di kawasan Pasifik juga masih menunjukkan berbagai hambatan. Seperti diketahui, ada sengketa yang sedang berlangsung di Asia Timur yaitu memanasnya konflik di Laut Cina Selatan, kendati forum ASEAN dan APEC telah menghimbau agar negara-negara di Asia Timur tetap bekerja sama dan menjunjung tinggi kepentingan bersama.
Di wilayah Samudera Hindia, kondisi keamanan regional juga tengah mengalami kebuntuan.  Asosiasi Kerjasama Regional Asia Selatan (SAARC), masih tersandung akibat rivalitas India-Pakistan. Hal ini menjadikan IORA, sebagai satu-satunya forum regional di Samudera Hindia yang harus mampu mengelola negara-negara pesisir dengan segala kompleksitasnya.
Beberapa tahun terakhir ini, upaya untuk memperkuat IORA telah dicoba. Misalnya, selaku Ketua IORA saat ini, Australia telah mengusulkan inisiatif kerjasama ekonomi dalam bentuk IORA Bussiness Week. Negeri Kangguru ini juga menyiapkan dana sebesar 1 juta dollar untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di wilayah Samudera Hindia. Yang tak kalah penting, IORA telah menyatakan bahwa keamanan maritim sebagai prioritas utama, sebagaimana yang terungkap dalam pertemuan Dewan Menteri IORA ke-13 di Perth bulan lalu.
Walau telah menunjukkan perkembangan yang positif, namun semuanya masih belum seberapa. Dewasa ini, IORA menghadapi sedikitnya tiga tantangan utama, yaitu:
Pertama, IORA belum mampu menjadi sebuah lembaga yang efektif. Sampai hari ini, IORA masih didesain sebagai lembaga dengan ambisi dan minat yang kompleks, seperti keamanan maritim, perdagangan dan investasi, pengelolaan perikanan, pertukaran budaya dll. Sejak berdiri pada tahun 1997, belum ada bidang tertentu yang digarap secara efektif. Selain itu, inisiatif kerjasama ekonomi antara people to people juga masih sangat terbatas.
Kedua, Samudera Hindia tidak memiliki identitas regional yang jelas. Kondisi antara negara anggota di  Australia, dan negara anggota yang terletak di Afrika, memiliki perbedaan yang sangat tajam sehingga sangat sulit bagi IORA untuk menentukan kebijakan umum. Kerjasama di bidang keamanan juga masih sangat rapuh. Kendati ada inisiatif untuk mengokohkan kerjasama kemanan di luar IORA, seperti Milan and the Indian Ocean Naval Symposium (IONS), namun hal ini masih difokuskan pada hal-hal operasional, yang tidak memiliki kaitan dengan kebijakan dan strategi, dan dinilai tidak mampu untuk mengakomodasi kekuatan eksternal.
Ketiga, Tiongkok, AS dan beberapa negara lainnya telah menjadi mitra dialog IORA. Namun mereka tidak bisa memainkan peran konstruktif karena terbentur dengan peraturan yang berlaku.
Melihat kondisi sedemikian rupa, sepertinya negara di pesisir Samudera Hindia ini tidak memiliki kemauan untuk mendirikan sebuah lembaga regional yang mapan. Tingkat tertinggi pertemuan IORA saat ini baru sampai di level Dewan Menteri Luar Negeri, dan belum mencapai kepala negara/pemerintahan. Berbagai kelompok kerja IORA masih ditangani oleh pejabat senior atau junior. Begitu pula halnya dengan pembahasan keamanan yang baru melibatkan Kepala Angkatan Laut, bukan Menteri Pertahanan.
Referensi

Minggu, 22 Maret 2015

Ekosistem Wilayah Pesisir


Ekosistem Pesisir adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungan yang terjadi didaerah pesisir. Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut kedalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun ( seagrass ), dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing masing ekosistem mempunyai sifat- sifat dan karakteristik yang berbeda beda. Berikut merupakan penjelasan dari ekosistem pesisir dan faktor pendukungnya:
1.Pasang Surut
Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Ada tiga sumber gaya yang saling berinteraksi: laut, Matahari, dan bulan. Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga perkiraan kejadian pasang sangat diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasangs.
2.Estuaria
Estuari atau estuaria adalah badan air setengah tertutup di wilayah pesisir, dengan satu sungai atau lebih yang mengalir masuk ke dalamnya, serta terhubung bebas dengan laut terbuka. Kebanyakan muara sungai ke laut membentuk estuari; namun tidak demikian jika bermuara ke danau, waduk, atau ke sungai yang lebih besar.
Estuari merupakan suatu mintakat peralihan (zona transisi) antara lingkungan sungai dengan lingkungan laut, dan dengan demikian, dipengaruhi baik oleh karakter sungai yang membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang dibawanya), maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut, pola gelombang, kadar garam, serta arus laut). Masuknya baik air tawar maupun air laut ke estuari merupakan faktor yang meningkatkan kesuburan perairan, dan menjadikan estuari sebagai salah satu habitat alami yang paling produktif di dunia
3.Hutan Mangrove
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas kopitiam mitra raya, berair payau yang terletak pada batam centere dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
4.Padang Lamun (Sea Grass Beds)
Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang beradaptasi di air asin.
Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu tergenang). Ia dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem mangrove, walaupun padang lamun dapat berdiri sendiri. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove dan terumbu karang.
5. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Cara Perlindungan dan Pelestarian Ekosistem Pesisir
Banyak elemen masyarakat yang sekarang masih kurang peka akan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ekosistem pesisir, hal ini apabila tidak di tanggapi secara serius akan menimbulkan dampak yang cukup berbahaya ke depannya. Kita tidak mungkin juga hanya bisa menikmati keindahan suatu tempat tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya bagi generasi penerus. Berikut merupakan tahapan yang dapat digunakan untuk perlindungan maupun pelestarian ekosistem pesisir, diantaranya adalah :
Restorasi, dimaksudkan sebagai upaya untuk menata kembali kawasan pesisir  sekaligus melakukan aktivitas penghijuan. Untuk melakukan restorasi perlu memperhatikan pemahaman pola hidrologi, perubahan arus laut, tipe tanah.
Reorientasi, dimaksudkan sebagai sebuah perencanaan pembangunan yang berparadigma berkelanjutan sekaligus berwawasan lingkungan. Sehingga motif ekonomi yang cenderung merusak akan mampu diminimalisasi
Responsivitas, dimaksudkan sebagai sebuah upaya dari pemerintah yang peka dan tanggap terhadap problematika kerusakan ekosistem pesisir. Hal ini dapat ditempuh melalui gerakan kesadaran pendidikan dini, maupun advokasi dan riset dengan berbagai lintas disiplin keilmuan\
Rehabilitasi, gerakan rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan peran ekosistem pesisir sebagai penyangga kehidupan biota laut. Salah satu wujud kongkrit pelaksanaan rehabilitasi yaitu dengan menjadikan kawasan pesisir sebagai area konservasi yang berbasis pada pendidikan (riset) dan ekowisata
a. Responsibility, dimaksudkan sebagai upaya untuk menggalang kesadaran bersama sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat.
b.  Regulasi, dalam hal ini setiap daerah pasti mempunyai Perda yang telah diatur secara jelas dan gambling. Maka dari itu, perlu kesadaran dan kewajiban untuk memenuhi perda yang telah ada dan telah dibuat. Ini bisa dijadikan sebuah punishment apabila tidak dijalankan secara serius. Punishment harus dijalankan guna membentuk sikap yang sadar akan Perda yang telah diatur demi keberlangsungan ekosistem pesisir di masa depan.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasang_laut diakses pada 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Estuari diakses pada 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau diakses pada 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Padang_lamun diakses pada 22 Maret 2015

Minggu, 15 Maret 2015

Struktur Dan Kondisi Pesisir Pulau Kumbang, Karimunjawa


Pulau ini terletak di dekat Pulau Parang yang juga masih termasuk dalam gugusan pulau di perairan Laut Jawa. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju pulau ini dari Pulau Parang hanyalah 3 menit dengan menggunakan kapal wisata. Jika Anda dari pulau utama, yaitu dari Pulau Karimunjawa, agak lumayan jauh, sebab harus menempuh waktu selama 2 jam perjalanan.Tepatnya terletak di Bujur 110o13'58" S.D 110o14'17" BT, Garis Lintang 5o46'10" S.D 5o46'25" LS, dengan luas pulau ini adalah 12.5 hektar. Pulau ini memiliki pantai berpasir putih yang luas, serta banyak sekali ditemui pohon kelapa di pulau yang berlokasi di sebelah Barat Pulau Karimunjawa ini.

Di pulau ini terapat padang lamun yang luas. Lamun merupakan salah satu ekosistem yang berperan penting dalam kehidupan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun di Perairan Pulau Kumbang Karimunjawa. Pengamatan lamun di lapangan meliputi identifikasi jenis-jenis lamun, menghitung jumlah individu/tegakan, presentase penutupan dari masing-masing jenis/spesies pada transek. Persen penutupan lamun diamati dengan menggunakan transek kuadrat ukuran 1 x 1 m pada hamparan lamun. Transek ini dibagi menjadi 25 buah kisi ukuran 20 cm2. Satu tegakan lamun merupakan suatu kumpulan dari beberapa daun yang pangkalnya menyatu. Jumlah tegakan diamati langsung dengan visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunitas lamun di perairan kawasan Pulau Parang, Karimunjawa, tergolong komunitas campuran (mixed community) yang terdiri dari 1–5 jenis lamun. Telah ditemukan 6 jenis lamun, yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule pinifolia, Halodule uninervis dan Halophila ovali di perairan Pulau Kumbang, C. serrulata hanya ditemukan pada saat sampling ke dua bulan September 2012. Pada sampling pendahuluan (Juni 2012), jumlah kerapatan jenis lamun (Tegakan/m²) T. hemprichii merupakan yang tertinggi (77.11) sedangkan yang terendah adalah H. pinifolia (0.56). pada sampling kedua, H. uninervis lebih tinggi dari pada T. hemprichii. Frekuensi jenis lamun pada sampling bulan Juni dan september 2012 yang menunjukkan nilai 0-15,67 dan 0-16 dengan T. hemprichii ditemukan lebih sering dari pada jenis lamun yang lain pada kedua waktu sampling. Penutupan spesies lamun (%/m2) pada sampling bulan Juni dan September 2012 menunjukkan nilai 0,11–15.67 dan 0-29.29. Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis mempunyai rata-rata penutupan yang tertinggi masing-masing pada sampling September dan Juni 2012.

Penutupan  lamun  berhubungan  erat  dengan habitat  atau  bentuk  morfologi  dan  ukuran  suatu spesies  lamun.  Kerapatan  yang  tinggi  dan  kondisi pasang  surut  saat  pengamatan  juga  dapat mempengaruhi nilai estimasi penutupan lamun. Satu individu   Enhalus  acoroides  akan  memiliki  nilai penutupan  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan satu individu  Halodule uninervis  karena ukuran daun Enhalus  yang  jauh  lebih  besar.  Sedangkan  individu lamun  yang  berukuran  lebih  kecil  seperti   Halophila minor  akan memiliki nilai persentase penutupan yang lebih kecil pula (Short dan Coles, 2001). Pada Tabel 3,  6  dan  Gambar  7  dapat  dilihat  persen  penutupan lamun  di  perairan  Pulau  Parang.  Kisaran  penutupan lamun pada sampling pertama adalah 0 -14 %/m² dan 0,56-13,05%/ m² pada sampling ke dua.  Thalassia hemprichii  mempunyai  persentase  penutupan tertinggi  pada  sampling  bulan  Juni  dan  Halodule uninervis pada sampling bulan September. Perbedaan  jumlah  tegakan,  frekuensi  serta persen  penutupan  lamun  antara  bulan  Juni  dengan bulan September umunya disebabkan  oleh beberapa faktor, diantaranya faktor kualitas air dan faktor dari aktivitas  manusia.  Den  Hartog  (1970);  Herkul  dan Kotta  (2009)  menyatakan  bahwa  laju  pertumbuhan dan  persebaran  padang  lamun  di  perairan dipengaruhi  oleh suhu, salinitas, substrat, kecepatan
arus  dan  derajat  keasaman  (pH).  Sebagai  contoh, salinitas  normal  yang  masih  mampu  ditolerir  oleh lamun  ada  pada  kisaran  10–40  ppt  dan  optimun pada  salinitas  35  ppt.  Kerapatan  di  pulau  Kumbang pada bulan juni didominasi oleh  Thalassia hemprichiinamun pada bulan september justru dipengaruhi oleh Halodule  uninervis.  Pada  data  kualitas  air  salinitas menurun dibulan september saat sampling dilakukan, sehingga  dimungkinkan  fluktuasi  salinitas  tersebut tidak  dapat  ditolelir  oleh  lamun  jenis  Thalassia hemprichii,  sehingga  kerapatannya  menurun. Menurut  Gilanders  (2006)  dan  Herkul  dan  Kotta (2009)  bahwa  penurunan  salinitas  akan  akan menurunkan  kemampuan  lamun  dalam  melakukann fotosintesis.  Salinitas  juga  berpengaruh  terhadap biomassa, produktivitas primer, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Terpenting, Kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas Kondisi  perairan  merupakan  faktor  penting dalam kelangsungan kehidupan biota atau organisme di  suatu  perairan  laut.  Kondisi  perairan  sangat menentukan  kelimpahan  dan  penyebaran  organisme di  dalamnya,  akan  tetapi  setiap  organisme  memiliki kebutuhan  dan  preferensi  lingkungan  yang  berbeda untuk  hidup  yang  terkait  dengan  karakteristik lingkungannya  (Tomascick  et  al.,  1997).  Kondisi perairan  di  suatu  ekosistem  meliputi  salinitas,  pH, suhu,  DO,  kecerahan,  BOT  air,  ammonium,  nitrat, nitrit, dan orthophospat.

Referensi :
Rasakan Sensasi Memiliki Pulau Pribadi Di Pulau Kumbang Karimunjawa.http://panduanwisata.id/2013/03/02/rasakan-sensasi-memiliki-pulau-pribadi-di-pulau-kumbang-karimunjawa/ diakses pada tanggal 15 Maret 2015
Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa (Seagrass Community Structure of Kumbang Waters-Karimunjawa Islands). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ijms/article/view/5136 diakses pada tanggal 15 Maret 2015

Jumat, 06 Maret 2015

Memaksimalkan Potensi Kelautan Indonesia Untuk Menuju Poros Maritim Dunia

       "Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawal"Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri."Itulah penggalan pidato Presiden Pertama RI Soekarno pada tahun 1953. Pidato tersebut tampaknya sangat relevan untuk diwujudkan pada pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla (2014-2019). 
Namun untuk menuju tujuan tersebut indonesia harus sesegera mungkin untuk menyelesaikan masalah-masalah kelautan indonesia. Misalnya illegal fishing. Bayangkan, kejahatan illegal fishing yang dilakukan oleh ribuan kapal asing terus saja marak terjadi. Data Badan Pemeriksa Keuangan (2013) menunjukkan, potensi pendapatan sektor perikanan laut kita jika tanpaillegal fishing mencapai Rp. 365 triliun per tahun. Namun, akibat illegal fishing, menurut hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011), pendapatan tersebut hanya berkisar Rp. 65 triliun per tahun. Jadi ratusan triliun rupiah devisa negara hilang setiap tahun.
Di samping itu, kita juga belum pandai memanfaatkan letak geografis Indonesia. Padahal, Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982, telah menetapkan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai alur pelayaran dan penerbangan oleh kapal atau pesawat udara internasional. Ketiga ALKI tersebut dilalui 45% dari total nilai perdagangan dunia atau mencapai sekitar 1.500 dolar AS. Sayangnya, posisi geografis yang penting itu belum kita manfaatkan dengan baik. Terbukti, kita belum punya pelabuhan-pelabuhan transit bagi kapal niaga internasional yang berlalu lalang di 3 ALKI tadi. Akan tetapi walaupun Indonesia sudah memiliki 3 ALKI tersebut, statusnya masih sebagai ALKI parsial dimata dunia Internasional, sehingga Indonesia harus segera melengkapi ataupun mempertahankan 3 ALKI tersebut sebagai ALKI penuh dikalangan dunia Internasional.
     Bukan halnya itu saja Karena posisi geografisnya, Indonesia memiliki klaim maritim yang tumpang tindih dengan sepuluh negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste.  Tumpang tindih ini bisa terjadi pada laut teritorial maupunn  ZEE  atau  landas  kontinen.  Artinya, berdasarkan UNCLOS,  Indonesia  wajib menetapkan  batas maritim dengan kesepuluh negara tetangga tersebut.  Indonesia  sudah mulai  menetapkan  batas  maritim  sejak  tahun  1969 dengan Malaysia di  Selat  Malaka  dan Laut  China Selatan. Sejak  itu, beberapa batas maritim juga disepakati dengan  India, Thailand, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, Australia,  dan Filipina, meskipun belum tuntas. Sementara  itu  belum  ada  batas  maritim  yang  disepakati  dengan  Palau  dan  Timor  Leste.
     Penggunaan teknologi dalam dunia maritim indonesia harus pula dimaksimalkan agar dapat mengoptimalkan potensi kelautan Indonesia. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah pengindraan jauh. Salah  satu  pemanfaatan  data  pengindraan jauh untuk  aplikasi  kelautan  adalah pengukuran suhu permukaan laut (SPL). SPL merupakan salah satu  parameter  geofisika yang diperlukanoleh peneliti untuk berbagai aplikasi  seperti untuk klimatologi, perubahan suhu permukaan laut global, respon atmosfer terhadap anomali suhu permukaan laut, prediksi cuaca, pertukaran gas antara udara dengan permukaan laut, pergerakan massa air, studi polusi, perikanan, dan dinamika oseanografi seperti fenomena  eddi,  gyre,  front  dan  upwelling.  Suhu  permukaan  laut  dapat  diperoleh  dari  pengukuran langsung atau dari ekstraksi data satelit penginderaan jauh.
         Gambar Informasi ZPPI  Harian  yang dibagi  menjadi  24  Project Area(PA),  PA  12  (kiri) dan  PA 13 (kanan).

Lembaga  Penerbangan  dan  Antariksa  Nasional  (LAPAN)  sudah  sejak  tahun  1986 melakukan  penelitian pemanfaatan data satelit penginderaan jauh guna mengkaji dan memantau beberapa jenis parameter fisik perairan laut, seperti suhu permukaan laut (SPL), kekeruhan air, dan sebaran/konsentrasi klorofil-a. Pada  tahun  1990  dilaksanakan  aplikasi  data  inderaja  untuk  penentuan  daerah  potensi  tambak,  tahun 2000-2001 dilaksanakan pemetaan terumbu karang di seluruh wilayah Indonesia, dan sejak tahun 2002 dilaksanakan aplikasi informasi spasial ZPPI berdasarkan data satelit inderaja untuk mendukung usaha peningkatan  hasil  tangkapan  ikan  oleh  para  nelayan.  Sampai  sekarang,  produksi  informasi  ZPPI  masih terus  dilakukan  dan  disebarkan  ke  seluruh  Indonesia  melalui  Dinas-dinas  Kelautan  dan  Perikanan  di berbagai daerah. Akan tetapi peta ini belum bisa dimaksimalkan oleh para nelayan untuk memaksimalkan potensi yang ada pada perairan indonesia sehingga perlu adanya pendampingan dari pemerintah agar peta tersebut dapat dipakai secara maksimal oleh para nelayan.

Referensi :
1. Gathot Winarso, M. Rokhis Khomarudin, Syarif Budhiman, dan Maryani Hartuti. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Program Kemaritiman. LAPAN
2. I Made Andi Arsana. Penetapan Batas Maritim Indonesia untuk Mendukung Kedaulatan dan Hak Berdaulat NKRI
3. http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/mewujudkan-indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia-yang-maju-dan-mandiri