Minggu, 15 Maret 2015

Struktur Dan Kondisi Pesisir Pulau Kumbang, Karimunjawa


Pulau ini terletak di dekat Pulau Parang yang juga masih termasuk dalam gugusan pulau di perairan Laut Jawa. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju pulau ini dari Pulau Parang hanyalah 3 menit dengan menggunakan kapal wisata. Jika Anda dari pulau utama, yaitu dari Pulau Karimunjawa, agak lumayan jauh, sebab harus menempuh waktu selama 2 jam perjalanan.Tepatnya terletak di Bujur 110o13'58" S.D 110o14'17" BT, Garis Lintang 5o46'10" S.D 5o46'25" LS, dengan luas pulau ini adalah 12.5 hektar. Pulau ini memiliki pantai berpasir putih yang luas, serta banyak sekali ditemui pohon kelapa di pulau yang berlokasi di sebelah Barat Pulau Karimunjawa ini.

Di pulau ini terapat padang lamun yang luas. Lamun merupakan salah satu ekosistem yang berperan penting dalam kehidupan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun di Perairan Pulau Kumbang Karimunjawa. Pengamatan lamun di lapangan meliputi identifikasi jenis-jenis lamun, menghitung jumlah individu/tegakan, presentase penutupan dari masing-masing jenis/spesies pada transek. Persen penutupan lamun diamati dengan menggunakan transek kuadrat ukuran 1 x 1 m pada hamparan lamun. Transek ini dibagi menjadi 25 buah kisi ukuran 20 cm2. Satu tegakan lamun merupakan suatu kumpulan dari beberapa daun yang pangkalnya menyatu. Jumlah tegakan diamati langsung dengan visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunitas lamun di perairan kawasan Pulau Parang, Karimunjawa, tergolong komunitas campuran (mixed community) yang terdiri dari 1–5 jenis lamun. Telah ditemukan 6 jenis lamun, yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule pinifolia, Halodule uninervis dan Halophila ovali di perairan Pulau Kumbang, C. serrulata hanya ditemukan pada saat sampling ke dua bulan September 2012. Pada sampling pendahuluan (Juni 2012), jumlah kerapatan jenis lamun (Tegakan/m²) T. hemprichii merupakan yang tertinggi (77.11) sedangkan yang terendah adalah H. pinifolia (0.56). pada sampling kedua, H. uninervis lebih tinggi dari pada T. hemprichii. Frekuensi jenis lamun pada sampling bulan Juni dan september 2012 yang menunjukkan nilai 0-15,67 dan 0-16 dengan T. hemprichii ditemukan lebih sering dari pada jenis lamun yang lain pada kedua waktu sampling. Penutupan spesies lamun (%/m2) pada sampling bulan Juni dan September 2012 menunjukkan nilai 0,11–15.67 dan 0-29.29. Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis mempunyai rata-rata penutupan yang tertinggi masing-masing pada sampling September dan Juni 2012.

Penutupan  lamun  berhubungan  erat  dengan habitat  atau  bentuk  morfologi  dan  ukuran  suatu spesies  lamun.  Kerapatan  yang  tinggi  dan  kondisi pasang  surut  saat  pengamatan  juga  dapat mempengaruhi nilai estimasi penutupan lamun. Satu individu   Enhalus  acoroides  akan  memiliki  nilai penutupan  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan satu individu  Halodule uninervis  karena ukuran daun Enhalus  yang  jauh  lebih  besar.  Sedangkan  individu lamun  yang  berukuran  lebih  kecil  seperti   Halophila minor  akan memiliki nilai persentase penutupan yang lebih kecil pula (Short dan Coles, 2001). Pada Tabel 3,  6  dan  Gambar  7  dapat  dilihat  persen  penutupan lamun  di  perairan  Pulau  Parang.  Kisaran  penutupan lamun pada sampling pertama adalah 0 -14 %/m² dan 0,56-13,05%/ m² pada sampling ke dua.  Thalassia hemprichii  mempunyai  persentase  penutupan tertinggi  pada  sampling  bulan  Juni  dan  Halodule uninervis pada sampling bulan September. Perbedaan  jumlah  tegakan,  frekuensi  serta persen  penutupan  lamun  antara  bulan  Juni  dengan bulan September umunya disebabkan  oleh beberapa faktor, diantaranya faktor kualitas air dan faktor dari aktivitas  manusia.  Den  Hartog  (1970);  Herkul  dan Kotta  (2009)  menyatakan  bahwa  laju  pertumbuhan dan  persebaran  padang  lamun  di  perairan dipengaruhi  oleh suhu, salinitas, substrat, kecepatan
arus  dan  derajat  keasaman  (pH).  Sebagai  contoh, salinitas  normal  yang  masih  mampu  ditolerir  oleh lamun  ada  pada  kisaran  10–40  ppt  dan  optimun pada  salinitas  35  ppt.  Kerapatan  di  pulau  Kumbang pada bulan juni didominasi oleh  Thalassia hemprichiinamun pada bulan september justru dipengaruhi oleh Halodule  uninervis.  Pada  data  kualitas  air  salinitas menurun dibulan september saat sampling dilakukan, sehingga  dimungkinkan  fluktuasi  salinitas  tersebut tidak  dapat  ditolelir  oleh  lamun  jenis  Thalassia hemprichii,  sehingga  kerapatannya  menurun. Menurut  Gilanders  (2006)  dan  Herkul  dan  Kotta (2009)  bahwa  penurunan  salinitas  akan  akan menurunkan  kemampuan  lamun  dalam  melakukann fotosintesis.  Salinitas  juga  berpengaruh  terhadap biomassa, produktivitas primer, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Terpenting, Kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas Kondisi  perairan  merupakan  faktor  penting dalam kelangsungan kehidupan biota atau organisme di  suatu  perairan  laut.  Kondisi  perairan  sangat menentukan  kelimpahan  dan  penyebaran  organisme di  dalamnya,  akan  tetapi  setiap  organisme  memiliki kebutuhan  dan  preferensi  lingkungan  yang  berbeda untuk  hidup  yang  terkait  dengan  karakteristik lingkungannya  (Tomascick  et  al.,  1997).  Kondisi perairan  di  suatu  ekosistem  meliputi  salinitas,  pH, suhu,  DO,  kecerahan,  BOT  air,  ammonium,  nitrat, nitrit, dan orthophospat.

Referensi :
Rasakan Sensasi Memiliki Pulau Pribadi Di Pulau Kumbang Karimunjawa.http://panduanwisata.id/2013/03/02/rasakan-sensasi-memiliki-pulau-pribadi-di-pulau-kumbang-karimunjawa/ diakses pada tanggal 15 Maret 2015
Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa (Seagrass Community Structure of Kumbang Waters-Karimunjawa Islands). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ijms/article/view/5136 diakses pada tanggal 15 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar