Sabtu, 19 Desember 2015

Review : Penetapan Garis Batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan India Dalam Penegakan Kedaulatan Teritorial Ditinjau Dari Hukum Internasional

Penulis            : Rivai H. Sihaloho

Pendahuluan :
       Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di  Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titiktitik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah  disepakati  oleh  kedua  negara.  Perjanjian  tersebut  diratifikasi  melalui Keppres  No.51  tahun  1974  tanggal  25  September  1974  LN  No.47  dan  ditandatangani  di  Jakarta,  8  agustus  1974  dengan  nama  Agreement  Between  the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of India Relating to the Delimitation of the Continental Shelf Boundary Between the Two  Countries.  (Persetujuan  Antara  Pemerintah  Republik  Indonesia  dan Pemerintah  Republik  India  Tentang  Penetapan  Garis  Batas  Landas  Kontinen Antara Kedua Negara). Namun,  pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.
       Perbatasan  tiga  negara,  Indonesia-India-Thailand  juga  telah  diselesaikan, terutama  batas  landas  kontinen  di  daerah  barat  laut  sekitar  Pulau  Nicobar  dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978.  Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan India yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis batas ZEE karena  permasalahan di antara kedua negara masih  sering  timbul yaitu terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.  Waktu  penyelenggaraan  perundingan  masih  perlu  disepakati  bersama. Pemerintah  Indonesia  telah  menyampaikan  usulan  perundingan  dengan  India mulai bulan Oktober 2010.

Metode Yang digunakan :
Metode  pendekatan  masalah yang  dipakai  dalam  penulisan  penelitianini  dilakukan  secara  Yuridis  Normatif, yaitu  menitikberatkan  pada  peraturan perundang-undangan  yang  berlaku sebagai dasar pembahasan serta kaitannya dengan  penerapannya  dalam  praktek Penerapan tersebut dimaksudkan dari segi hukum internasional  yang  relevan,  yang menitikberatkan  penerapan  hukumnya  di dalam  menentukan  batas  laut  dengan Negara lain.

Isi Paper :
Didalam paper ini membahas tiga hal yaitu :
A.    Karakteristik  dan  Permasalahan  Batas  Wilayah  Perairan  Indonesia  dan India
Perbatasan  maritim  antara  Indonesia  dengan  India  terletak  di  laut Andaman, Samudera Hindia dan perairan pulau Nicobar Besar. Perbatasan kedua negara  terletak  di  daerah  antara  Pulau  Rondo  (Kota  Sabang,  Nanggroe  Aceh Darussalam)  dan  Pulau  Breueh  dengan  Pulau  Nicobar.  Batas  maritim  dengan Landas  Kontinen  yang  terletak  pada  titik-titik  koordinat  tertentu  di  kawasan perairan  Samudera  Hindia  dan  Laut  Andaman,  sudah  disepakati  oleh  kedua negara,  sedangkan  untuk  Batas  Zona  Ekonomi  Eksklusif  (ZEE)  belum dirundingkan,  namun  hal  ini  bisa  juga  menjadi  masalah  krusial.
Posisi  Rondo  ini  sangat strategis karena berada pada  jalur pelayaran antara 2 (dua) benua yaitu Asia dan Eropa,  sehingga  memberikan  arti  penting  terbukanya  berbagai  peluang  maupun ancaman  dari  luar.  Salah  satu  ancaman  yang  serius  adalah  illegal  fishing  oleh nelayan  asing.Ditetapkannya Sabang  dan  Aceh  sebagai  Kawasan  Perdagangan Bebas  dan  Pelabuhan  Bebas  di  ujung  barat  Indonesia,  mengakibatkan  semakin banyaknya volume pelayaran diperairan ini.

B.     Penetapan  Garis  Batas  Zona  Ekonomi  Eksklusif  Indonesia  Dan  India Berdasarkan Hukum Internasional.
Berbagai  upaya  telah  dilakukan  pemerintah  pusat  maupun  pemerintah daerah  dalam  rangka  pembangunan  kawasan  perbatasan  Indonesia  dan  India, maupun  negara-negara  tetangga  lainnya,  mulai  dari  perundingan-perundingan bilateral,  pembangunan  menara  suar  di  pulau  perbatasan,  sampai  kepada penyusunan  berbagai  peraturan  dan  perundangan  yang  berhubungan  dengan perbatasan. Hingga pada bulan  Februari  tahun  2012  telah  dilaksanakan  Inventarisasi  data perbatasan  maritim  dengan  mendapatkan  berbagai  literatur  dan  peta  yang dapat  mendukung  diplomasi  Tim  Delri  dalam  perundingan  perbatasan maritime Indonesia  –  India yang akan datang khususnya terkait perundingan batas ZEE.
C.     Penetapan  Garis  Batas  Zona  Ekonomi  Eksklusif  Indonesia  Dan  India Berdasarkan Hukum Internasional
1.      Menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang ZEEI
2.      Penetapan  Batas  Zona  Ekonomi  Eksklusif  Indonesia  dan  India   Melalui Perjanjian
Didalam  konsiderans  perjanjian  tersebut  dikemukakan  bahwa  Republik Indonesia  dan  Australia  terikat  oleh  Konvensi  Hukum  Laut  PBB  tahun  1982, khususnya  berdasarkan ketentuan pasal 74 dan pasal 83  yang  menentukan  bahwa batas ZEE  dan  landas  kontinen  antara kedua  negara  yang  pantainya  berhadapan harus diatur dengan persetujuan berdasarkan hukum internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang  adil
3.      Penetapan Batas ZEE Indonesia - India Melalui Prinsip Sama Jarak
Sistem  yang  dianut  India  dalam  penetapan  batas  ZEE  negaranya  adalah  sama dengan yang dianut oleh Indonesia yakni “median line” atau “equidistance”. Baik Indonesia  maupun  India  keduanya  juga  adalah  negara  kepulauan.  Dengan terjadinya penetapan batas ZEE 200 mil laut oleh kedua belah pihak yang diukur dari  garis-garis  pangkal  dimana  diukur  laut  teritorial  masing-masing  yang mengelilingi  kepulauannya,  maka  di  bagian  selatan  India  (bagian  selatan Kepulauan  Nicobar)  dan  bagian  utara  Indonesia  (Pulau  Rondo,  Aceh)  perlu diadakan penetapan batas-batasnya yang harus ditentukan   berdasarkan pada “asas sama  jarak”  (equidistant  principle)  dengan  memperhitungkan  keadaan-keadaan khusus (special circumstances).
4.      Pengelolaan  dan  pengawasan  di  ZEE  Indonesia  sebagai  Aset  Nasional yang Potensial
Dibandingkan  dengan  negara-negara  asean  lainnya  luas  ZEE  Indonesia menduduki peringkat  pertama, artinya Indonesia memiliki ZEE yang paling  luas yakni  seluas  1.577.300  mil  persegi.  Tidak  saja  dibandingkan  dengan  negaranegara  asia  lainnya  luas  ZEE  Indonesia  pun  masih  tetap  menduduki  peringkat pertama.  ZEE  Indonesia  yang  terluas  di  asia  tenggara  itu  ternyata  menyimpan berbagai  kekayaan  hayati  yang  bernilai  ekonomis  tinggi.  Salah  satunya  adalah populasi  berbagai  jenis  ikan  tuna  yang  memberikan  optimism  bagi  bangsa Indonesia  untuk  mengembangkan  industry  perikanannya  secara  spektakuler  di masa mendatang.

Kritik dan Saran :
1.      Ada beberapa fakta yang salah pada paper diatas.
Contoh : Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang tidak berhasil dipertahankan menjadi milik bangsa  Indonesia. Yang benar adalah Indonesia tidak dapat menambah pulau karena pulau sipadan dan ligitan bukan termasuk bagian dari Indonesia sehingga menjadi perebutan antara Indonesia dan Malaysia yang akhirnya dimenangkan oleh Malaysia.
2.      Beberapa sub bahasan menurut saya tidak sesuai dengan sub bahasan yang lebih tinggi.
Contoh : pada sub bahasan terakhir yaitu Penetapan  Garis  Batas  Zona  Ekonomi  Eksklusif  Indonesia  Dan  India Berdasarkan Hukum Internasional, pada pembahasannya terdapat Pengelolaan  dan  pengawasan  di  ZEE  Indonesia  sebagai  Aset  Nasional yang Potensial, menurut saya akan lebih baik itu menjadi sub bahasan baru pada paper ini karena hal tersebut kurang sesuai dengan sub bahasan yang sedang dijelaskan.
3.      Terdapat kesalahan juga beberapa kesalahan redaksional sehingga perlu adanya perbaikan pada beberapa redaksionalnya.


Batas Maritim dan Ilmu Geodesi


Apa itu batas maritim? Mengapa batas maritim pelu dipelajari? Apa hubungannya dengan ilmu geodesi? Itu mungkin beberapa pertanyaan yang muncul ketika membaca judul paper ini. Pertama, hal yang sering memjadi topik hangat dan menarik perhatian adalah ketika hal ini yang disebut dengan batas maritim muncul dipermukaan media karena pemberitaan tentang sengketa yang terjadi pada batas tersebut, didukung lagi dengan kondisi negara Indonesia yang merupakan sebuuah negara kepulauan yang besar dan memiliki batas maritim yang luas atau panjangdengan berbagai negara tetangga yang dibatasi oleh laut. Untuk menentukan batas tersebut perlu adanya batas antar negara yang disebut batas maritim.
Dalam memperjuangkan batas negara Indonesia sampai menjadi seperti sekarang ini tidaklah mudah perlu perjuangan yang berat dan susah. Dimulai dari Deklarasi Djuanda 57 tahun yang lalu yang bertujuan untuk menjelaskan ke dunia bahwa laut yang ada diantara pulau-pulau di Indonesia adalah bagian wilayah laut Indonesia. Indonesia melegalisasi deklarasi tersebut dalam UU RI No.4/Prp. 1960 perihal perairan Indonesia. Deklarasi Juanda tidak hanya terhenti pada deklarasi tetapi juga diperjuangkan menjadi landasan penentuan batas laut bagi komunitas internasional.Diplomasi maritim mengawal Deklarasi Djuanda supaya diterima oleh komunitas internasional. Pada tahun 1982, mayoritas anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati Konvensi PBB tentang Hukum Laut (The United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS-82) di Wina. Deklarasi Juanda juga tercantum di dalam UNCLOS dengan mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.
Dibutuhkan waktu yang lama untuk memasukkan Deklarasi Juanda ke dalam UNCLOS (25 tahun). Kesabaran dan ketekunan adalah modal dari para pendahulu kita terutama Mochtar Kusumatmadja dan Hasjim Djalal.
Indonesia secara konsisten memperjuangkan agar elemen-elemen Deklarasi Juanda masuk ke dalam UNCLOS. Diplomasi maritim juga melakukan perundingan- perundingan bilateral antara Indonesia dan negara-negara yang berbatasan langsung dengannya seperti Malaysia, Singapura, Palau dan Australia. Ada perundingan yang sudah disepakati dan ada juga yang masih berjalan.
Kemudian apa hubungannya dengan ilmu geodesi? Untuk menjawab hal tersebut perlu diketahui apa itu geodesi. Secara umum geodesi adalah ilmu yang mempelajari tentang pemetaan yang ada dibumi. Dengan adanya ilmu geodesi bumi dapat dipetakan dalam berbagai skala dan luas wilayah sesuai kebutuhan yang diperlukan. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam proses perundingan maupun pengaplikasian hasil perundingan dilapangan.
Pada proses perundingan ilmu geodesi dapat digunakan dalam mempresentasikan batas maritim antara kedua negara atau lebih yang berbatasan kemudian menuangkan gagasan mereka tentang batas wilayah yang diusulkan dari masing-masing negara pada sebuat lembar peta, dengan demikian peta dapat mempresentasikan wujud gagasan umum dari garis batas yang diinginkan oleh negara-negara tersebut.
Kemudian setelah adanya kesepakatan perlu adanya realisasi dilapangan, disini disiplin geodesi berperan dalam mentranformasi apa yang ada dipeta ke lapangan, agar tidak terjadi sengketa pada perbatasan tersebut. Akan tetapi, dalam prakteknya hal ini tidak mudah karena daerah yang dilewati adalah daerah laut sehingga tidak mungkin untuk dibuat garis batas pada sepanjang garis tersebut oleh karena itu perlu dipelajarinya teknologi geodesi yang dapat menampilkan posisi sehingga tidak terjadi pelanggaran batas maritim yang telah disepakati. Untuk melakukan hal tersebut dapat digunakan teknologi gps untuk menentukan koordinat secara akurat pada lokasi tersebut.

Referensi :
I Made Andi Arsana, “Memagari Laut Nusantara : Penetapan Batas Maritim Indonesia untuk Mendukung Kedaulatan dan Hak Berdaulat NKRI”
https://id.wikipedia.org/wiki/Geodesi diakses pada 26 Oktober 2015

Minggu, 31 Mei 2015

Pengindraan Jauh Untuk Wilayah Pesisir


Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain. Contoh dari penginderaan jauh antara lain satelit pengamatan bumi, satelit cuaca, memonitor janin dengan ultrasonik dan wahana luar angkasa yang memantau planet dari orbit. Inderaja berasal dari bahasa Inggris remote sensing, bahasa Perancis télédétection, bahasa Jerman fernerkundung,bahasa Portugis sensoriamento remota, bahasa Spanyol percepcion remote dan bahasa Rusia distangtionaya. Di masa modern, istilah penginderaan jauh mengacu kepada teknik yang melibatkan instrumen di pesawat atau pesawat luar angkasa dan dibedakan dengan penginderaan lainnya seperti penginderaan medis atau fotogrametri. Walaupun semua hal yang berhubungan dengan astronomisebenarnya adalah penerapan dari penginderaan jauh (faktanya merupakan penginderaan jauh yang intensif), istilah "penginderaan jauh" umumnya lebih kepada yang berhubungan dengan teresterial dan pengamatan cuaca.
Luas wilayah pesisir Indonesia dua per tiga dari luas daratan dan garis pantainya 95.161 kilometer atau terpanjang kedua di dunia (Muttaqiena dkk, 2009). Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 24 1992 tentang Penataan RUang Pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan bahwa wilayah lautan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-undang. Namun dimasa reformasi dengan kelahiran Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis Pantai.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah :
  • Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut
  • Pengaturan kepentingan administratif
  • Pengaturan ruang
  • Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
  • Bantuan penegakan keamanandan kedaulatan Negara.
Yang termasuk wilayah laut Daerah Propinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai arah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut Daerah Kabupaten dan Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut maka daerah pesisir merupakan kewenangan dari Daerah Kabupaten dan Kota.
Daerah pesisir sebagai transisi dari ekosistem darat dengan ekosistem darat ekosistem alut berada dalam kewenagan daerah di bidang kelautan. Sesuai dengan Undang-Undang 22/1999 yang menyatakan bahwa wilayah laut dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Propinsi berarti sepanjang 4 (empat) mil laut dari garis pantai, maka wilayah pesisir berada dalam kewenangan Daerah Kabupaten atau Kota setempat.
Selain itu juga diterbitkan Undang-Undang Nomor 2007 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai Negara kepulauan, wilayah pesisir dimiliki oleh seluruh propinsi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia pada tahun 2002, sebanyak 219 Kabupaten/Kota (68%) diantaranya memiliki wilayah pesisir. Kabupaten/Kota di Indonesia masing-masing memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir yang satu sama lain berbeda didalam pengelolaan wilayah pesisir. Akan tetapi hingga akhir 2004, perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah lebih banyak bersifat sektoral (Muttaqiena dkk, 2009).
Keunggulan Pengindraan jauh :
Menurut Sutanto (1994:18-23), penggunaan penginderaan jauh baik diukur dari jumlah bidang penggunaannya maupun dari frekuensi penggunaannya pada tiap bidang mengalami pengingkatan dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
·         Citra menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan; wujud dan letak obyek yang mirip ujud dan letak di permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, serta bersifat permanen.
·         Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensional apabila pengamatannya dilakukan dengan alat yang disebut stereoskop.
·         Karaktersitik obyek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentukcitra sehingga dimungkinkan pengenalan obyeknya.
·         Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
·         Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.
·         Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek.
Manfaat untuk wilayah pesisir :
·         Pengamatan sifat fisis air laut.
·         Pengamatan pasang surut air laut dan gelombang laut.
·         Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi, dan lain-lain.
·         Menentukan struktur geologi dan macamnya
·         Pemantauan distribusi sumber daya alam.
·         Pemantauan pencemaran laut dan lapisan minyak di laut.
·         Pengamatan sifat fisis air seperti suhu, warna, kadar garam dan arus laut.
·         Pengamatan pasang srut dengan gelombang laut (tinggi, frekuensi, arah).
·         Mencari distribusi suhu permukaan.
·         Studi perubahan pasir pantai akibat erosi dan sedimentasi

Referensi :

Minggu, 24 Mei 2015

Pulau Ararkula Pulau Kecil dan Terluar nan Berpotensi

Pulau  Kecil  adalah  pulau  dengan  luas  lebih  kecil atau sama dengan  2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Indonesia memiliki 92 pulau terluar di mana ada 12 pulau yang berbatasan dengan laut lepas dan 80 pulau yang berbatasan langsung dengan 10 negara tetangga, yaitu Australia, Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Fillipina, Palau, Papua Nugini dan Timor Leste. Pulau-pulau tersebut tersebar di 9 provinsi yang sebagian besar berada di Kepulauan Riau dan Maluku. Setengah dari pulau-pulau tersebut berpenghuni dengan luas pulau antara 0,02-2000 km².

Halaman ini memuat daftar 92 pulau terluar Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005. Peraturan Presiden tersebut ditandatangani oleh PresidenRepublik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 29 Desember 2005. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 17 Tahun 2006 yang ditandatangani Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad Yusuf Asy'ari pada tanggal 16 Agustus 2006, terdapat 12 pulau yang tidak berbatasan dengan negara lain dan terdapat 80 pulau di wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di antaranya: Malaysia (20), Vietnam (2), Malaysia dan Vietnam (1), Malaysia danSingapura (1), Singapura (4), Filipina (11), Palau (8), Australia (24), India (2), India dan Thailand (1), Timor Leste (6). Seluruh 92 pulau tersebut tersebar di 18 provinsi Indonesia yaitu Aceh (6), Sumatera Utara (3), Kepulauan Riau (20), Sumatera Barat (2), Bengkulu (2), Lampung (1), Banten (1), Jawa Barat (1), Jawa Tengah (1), Jawa Timur (3), Nusa Tenggara Barat (1), Nusa Tenggara Timur (5), Kalimantan Timur (4), Sulawesi Tengah (3), Sulawesi Utara (11), Maluku Utara (1), Maluku (18), Papua (6) dan Papua Barat (3).

Pulau Ararkula

Pulau Ararkula berdasarkan perpres 78 tahun 2005 merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia. Namun secara fisik pulau tersebut hanyalah gosong pasir. Pulau Ararkula ini tidak berpenghuni. Pulau Ararkula (nama lokalnya yaitu Pulau Konan Danar) menjadi tempat singgah dan tempat tinggal sementara bagi masyarakat dari desa-desa sekitar (khususnya desa Salmona/Selemona) yang sedang mencari hasil laut, dengan mendirikan bangunan-bangunan ukuran kecil dari kayu dan atapnya dari daun kelapa. Pulau ini ditumbuhi berbagai macam vegetasi, seperti pohon kelapa, sagu, mangrove dan lain-lain.
Secara administrasi, Pulau Ararkula termasuk dalam wilayah Desa Selmona Kecamatan Aru utara, kabupaten Kepulauan Aru. Secara Geografis, Pulau Ararkula terletak pada titik koordinat 050 36’ 15,17” LS ; 1340 50’ 46,29” BT. Di Pulau ini terdapat Titik Dasar No. TD 097A dan Titik Referensi No. TR 097.
Pulau ini memiliki luas sebesar 1 km2 dan Untuk pergi ke pulau ini pengunjung harus dapat  menggunakan Speetboat yang disewa dari Kabupaten Kepulauan ARu dan juga bisa dengan menumpang perahu-perahu nelayan, namun dengan luasnya yang begitu kecil Perairan pesisir Pulau Arakula dan laut di sekitarnya banyak menyimpan sejumlah potensi sumberdaya makro bentos yang jika dikembangkan sebagai komoditi perikanan dan kelautan, akan membantu perekonomian pulau ini menjadi potensial. sumberdaya yang dimaksud antara lain budidaya moluska (siput dan kerang) dan ekinodermata (teripang). jenis budidaya yang dapat ditemukan di lokasi perairan ini adalah dari tipe dari kelompok moluska yang seluruhnya ada 31 jenis dan diantaranya ada 7 spesies yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Tidak hanya itu apabila pemerintah ikut berperan aktif dalam pembangunan dalam pulau ini, maka pulau ini tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan ikan dan budidaya saja tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai lokasi wisata yang tentunya akan dapat menambah penghasilan.
Akan tetapi pada pesisir pulau ini terdapat permasalahan yang terjadi akibat kondisi alam berupa Gelombang yang menerpa wilayah pesisir dan laut Pulau Ararkula yang merupakan tipe gelombang angin (variasi sea dan swell) dimana angin sebagai pembangkit utama yang umumnya bervariasi sesuai musim. Terdapat 2 tipe gelombang pecah di pantai Pulau Ararkula yaitu spilling dan plunging dengan dominasi plunging. Energi gelombang plunging sangat berperan terhadap pembentukan morfologi tebing terjal pantai di sisi timur dan barat pulau ini. Proses abrasi oleh gelombang dan arus menyebabkan beberapa bagian pantai tebing di bagian timur terpisah dari pulau induknya dan membentuk steak. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang musim timur sangat dominan pengaruhnya terhadap Pulau Ararkula.

Referensi :

Minggu, 29 Maret 2015

Tantangan Indonesia di Samudera Hindia untuk Menuju Poros Maritim Dunia


Pembangunan Indonesia di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan difokuskan pada dunia maritim. Indonesia sendiri pada hakekatnya adalah negara maritim dengan posisi strategis di antara dua samudera, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Berbagai kebijakan pun diarahkan untuk memperkuat tujuan tersebut, di antaranya upaya membangun kembali budaya maritim Indonesia, pengelolaan sumber daya laut, pengembangan dan konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan pembangunan kekuatan pertahanan maritim. Untuk memainkan peran yang efektif dan konstruktif, Indonesia harus berhati-hati dalam memahami wilayah Samudera Hindia, dan harus memahami aspek yang benar-benar memiliki manfaat.
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, keberadaan Samudera Hindia sangat strategis. Sekitar 20 persen dari total perniagaan di seluruh dunia, harus melalui perairan ini. Sebuah studi dari French Institute for the Exploitation of the Sea merilis bahwa lalu lintas kapal di Samudera Hindia mengalami pertumbuhan lebih dari 300 persen dalam dua puluh tahun terakhir. Memahami makna strategis Samudera Hindia, maka negara-negara di pesisir pun telah mengambil langkah-langkah penting guna meningkatkan kemampuan angkatan laut.
Akibatnya, Samudera Hindia kini menjadi ‘rumah’ bagi alokasi anggaran militer terbesar di dunia. Misalnya, tahun ini India menyediakan 5,8 miliar dollar untuk memodernisasi dan memperluas kemampuan angkatan laut, yang meliputi penambahan perlengkapan untuk kapal induk Vikrant, dan mengaktifkan reaktor kapal Arihant.
Sementara itu, Tiongkok terlihat aktif dalam membangun pelabuhan di Myanmar, Bangladesh, Pakistan, Seychelles dan Maladewa. Meskipun pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa pelabuhan itu dibangun untuk tujuan komersial, namun dikucurkannya bantuan di bidang militer dan ekonomi di wilayah tersebut telah menimbulkan tanda tanya. Diduga, ada ambisi jangka panjang Tiongkok di Samudera Hindia.
Sementara itu, ada berbagai kasus rumit yang terjadi di Samudera Hindia seperti; bajak laut (di pantai lepas Somalia), atau keberadaan negara non-penandatangan non-proliferasi nuklir, dan ketidakjelasan proyeksi militer Amerika Serikat dari Diego Gracia. Tantangan-tantangan keamanan ini, semakin hari semakin kompleks, dan sayangnya berjalan berlarut-larut tanpa solusi yang efektif.
Lalu, peta regional di kawasan Pasifik juga masih menunjukkan berbagai hambatan. Seperti diketahui, ada sengketa yang sedang berlangsung di Asia Timur yaitu memanasnya konflik di Laut Cina Selatan, kendati forum ASEAN dan APEC telah menghimbau agar negara-negara di Asia Timur tetap bekerja sama dan menjunjung tinggi kepentingan bersama.
Di wilayah Samudera Hindia, kondisi keamanan regional juga tengah mengalami kebuntuan.  Asosiasi Kerjasama Regional Asia Selatan (SAARC), masih tersandung akibat rivalitas India-Pakistan. Hal ini menjadikan IORA, sebagai satu-satunya forum regional di Samudera Hindia yang harus mampu mengelola negara-negara pesisir dengan segala kompleksitasnya.
Beberapa tahun terakhir ini, upaya untuk memperkuat IORA telah dicoba. Misalnya, selaku Ketua IORA saat ini, Australia telah mengusulkan inisiatif kerjasama ekonomi dalam bentuk IORA Bussiness Week. Negeri Kangguru ini juga menyiapkan dana sebesar 1 juta dollar untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di wilayah Samudera Hindia. Yang tak kalah penting, IORA telah menyatakan bahwa keamanan maritim sebagai prioritas utama, sebagaimana yang terungkap dalam pertemuan Dewan Menteri IORA ke-13 di Perth bulan lalu.
Walau telah menunjukkan perkembangan yang positif, namun semuanya masih belum seberapa. Dewasa ini, IORA menghadapi sedikitnya tiga tantangan utama, yaitu:
Pertama, IORA belum mampu menjadi sebuah lembaga yang efektif. Sampai hari ini, IORA masih didesain sebagai lembaga dengan ambisi dan minat yang kompleks, seperti keamanan maritim, perdagangan dan investasi, pengelolaan perikanan, pertukaran budaya dll. Sejak berdiri pada tahun 1997, belum ada bidang tertentu yang digarap secara efektif. Selain itu, inisiatif kerjasama ekonomi antara people to people juga masih sangat terbatas.
Kedua, Samudera Hindia tidak memiliki identitas regional yang jelas. Kondisi antara negara anggota di  Australia, dan negara anggota yang terletak di Afrika, memiliki perbedaan yang sangat tajam sehingga sangat sulit bagi IORA untuk menentukan kebijakan umum. Kerjasama di bidang keamanan juga masih sangat rapuh. Kendati ada inisiatif untuk mengokohkan kerjasama kemanan di luar IORA, seperti Milan and the Indian Ocean Naval Symposium (IONS), namun hal ini masih difokuskan pada hal-hal operasional, yang tidak memiliki kaitan dengan kebijakan dan strategi, dan dinilai tidak mampu untuk mengakomodasi kekuatan eksternal.
Ketiga, Tiongkok, AS dan beberapa negara lainnya telah menjadi mitra dialog IORA. Namun mereka tidak bisa memainkan peran konstruktif karena terbentur dengan peraturan yang berlaku.
Melihat kondisi sedemikian rupa, sepertinya negara di pesisir Samudera Hindia ini tidak memiliki kemauan untuk mendirikan sebuah lembaga regional yang mapan. Tingkat tertinggi pertemuan IORA saat ini baru sampai di level Dewan Menteri Luar Negeri, dan belum mencapai kepala negara/pemerintahan. Berbagai kelompok kerja IORA masih ditangani oleh pejabat senior atau junior. Begitu pula halnya dengan pembahasan keamanan yang baru melibatkan Kepala Angkatan Laut, bukan Menteri Pertahanan.
Referensi

Minggu, 22 Maret 2015

Ekosistem Wilayah Pesisir


Ekosistem Pesisir adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungan yang terjadi didaerah pesisir. Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut kedalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun ( seagrass ), dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir ini, masing masing ekosistem mempunyai sifat- sifat dan karakteristik yang berbeda beda. Berikut merupakan penjelasan dari ekosistem pesisir dan faktor pendukungnya:
1.Pasang Surut
Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Ada tiga sumber gaya yang saling berinteraksi: laut, Matahari, dan bulan. Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga perkiraan kejadian pasang sangat diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasangs.
2.Estuaria
Estuari atau estuaria adalah badan air setengah tertutup di wilayah pesisir, dengan satu sungai atau lebih yang mengalir masuk ke dalamnya, serta terhubung bebas dengan laut terbuka. Kebanyakan muara sungai ke laut membentuk estuari; namun tidak demikian jika bermuara ke danau, waduk, atau ke sungai yang lebih besar.
Estuari merupakan suatu mintakat peralihan (zona transisi) antara lingkungan sungai dengan lingkungan laut, dan dengan demikian, dipengaruhi baik oleh karakter sungai yang membentuknya (misalnya banyaknya air tawar dan sedimentasi yang dibawanya), maupun oleh karakter lautan di sisi yang lain (misalnya pasang surut, pola gelombang, kadar garam, serta arus laut). Masuknya baik air tawar maupun air laut ke estuari merupakan faktor yang meningkatkan kesuburan perairan, dan menjadikan estuari sebagai salah satu habitat alami yang paling produktif di dunia
3.Hutan Mangrove
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas kopitiam mitra raya, berair payau yang terletak pada batam centere dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
4.Padang Lamun (Sea Grass Beds)
Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang beradaptasi di air asin.
Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu tergenang). Ia dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem mangrove, walaupun padang lamun dapat berdiri sendiri. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove dan terumbu karang.
5. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Cara Perlindungan dan Pelestarian Ekosistem Pesisir
Banyak elemen masyarakat yang sekarang masih kurang peka akan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ekosistem pesisir, hal ini apabila tidak di tanggapi secara serius akan menimbulkan dampak yang cukup berbahaya ke depannya. Kita tidak mungkin juga hanya bisa menikmati keindahan suatu tempat tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya bagi generasi penerus. Berikut merupakan tahapan yang dapat digunakan untuk perlindungan maupun pelestarian ekosistem pesisir, diantaranya adalah :
Restorasi, dimaksudkan sebagai upaya untuk menata kembali kawasan pesisir  sekaligus melakukan aktivitas penghijuan. Untuk melakukan restorasi perlu memperhatikan pemahaman pola hidrologi, perubahan arus laut, tipe tanah.
Reorientasi, dimaksudkan sebagai sebuah perencanaan pembangunan yang berparadigma berkelanjutan sekaligus berwawasan lingkungan. Sehingga motif ekonomi yang cenderung merusak akan mampu diminimalisasi
Responsivitas, dimaksudkan sebagai sebuah upaya dari pemerintah yang peka dan tanggap terhadap problematika kerusakan ekosistem pesisir. Hal ini dapat ditempuh melalui gerakan kesadaran pendidikan dini, maupun advokasi dan riset dengan berbagai lintas disiplin keilmuan\
Rehabilitasi, gerakan rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan peran ekosistem pesisir sebagai penyangga kehidupan biota laut. Salah satu wujud kongkrit pelaksanaan rehabilitasi yaitu dengan menjadikan kawasan pesisir sebagai area konservasi yang berbasis pada pendidikan (riset) dan ekowisata
a. Responsibility, dimaksudkan sebagai upaya untuk menggalang kesadaran bersama sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat.
b.  Regulasi, dalam hal ini setiap daerah pasti mempunyai Perda yang telah diatur secara jelas dan gambling. Maka dari itu, perlu kesadaran dan kewajiban untuk memenuhi perda yang telah ada dan telah dibuat. Ini bisa dijadikan sebuah punishment apabila tidak dijalankan secara serius. Punishment harus dijalankan guna membentuk sikap yang sadar akan Perda yang telah diatur demi keberlangsungan ekosistem pesisir di masa depan.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasang_laut diakses pada 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Estuari diakses pada 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau diakses pada 22 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Padang_lamun diakses pada 22 Maret 2015

Minggu, 15 Maret 2015

Struktur Dan Kondisi Pesisir Pulau Kumbang, Karimunjawa


Pulau ini terletak di dekat Pulau Parang yang juga masih termasuk dalam gugusan pulau di perairan Laut Jawa. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju pulau ini dari Pulau Parang hanyalah 3 menit dengan menggunakan kapal wisata. Jika Anda dari pulau utama, yaitu dari Pulau Karimunjawa, agak lumayan jauh, sebab harus menempuh waktu selama 2 jam perjalanan.Tepatnya terletak di Bujur 110o13'58" S.D 110o14'17" BT, Garis Lintang 5o46'10" S.D 5o46'25" LS, dengan luas pulau ini adalah 12.5 hektar. Pulau ini memiliki pantai berpasir putih yang luas, serta banyak sekali ditemui pohon kelapa di pulau yang berlokasi di sebelah Barat Pulau Karimunjawa ini.

Di pulau ini terapat padang lamun yang luas. Lamun merupakan salah satu ekosistem yang berperan penting dalam kehidupan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun di Perairan Pulau Kumbang Karimunjawa. Pengamatan lamun di lapangan meliputi identifikasi jenis-jenis lamun, menghitung jumlah individu/tegakan, presentase penutupan dari masing-masing jenis/spesies pada transek. Persen penutupan lamun diamati dengan menggunakan transek kuadrat ukuran 1 x 1 m pada hamparan lamun. Transek ini dibagi menjadi 25 buah kisi ukuran 20 cm2. Satu tegakan lamun merupakan suatu kumpulan dari beberapa daun yang pangkalnya menyatu. Jumlah tegakan diamati langsung dengan visual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunitas lamun di perairan kawasan Pulau Parang, Karimunjawa, tergolong komunitas campuran (mixed community) yang terdiri dari 1–5 jenis lamun. Telah ditemukan 6 jenis lamun, yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule pinifolia, Halodule uninervis dan Halophila ovali di perairan Pulau Kumbang, C. serrulata hanya ditemukan pada saat sampling ke dua bulan September 2012. Pada sampling pendahuluan (Juni 2012), jumlah kerapatan jenis lamun (Tegakan/m²) T. hemprichii merupakan yang tertinggi (77.11) sedangkan yang terendah adalah H. pinifolia (0.56). pada sampling kedua, H. uninervis lebih tinggi dari pada T. hemprichii. Frekuensi jenis lamun pada sampling bulan Juni dan september 2012 yang menunjukkan nilai 0-15,67 dan 0-16 dengan T. hemprichii ditemukan lebih sering dari pada jenis lamun yang lain pada kedua waktu sampling. Penutupan spesies lamun (%/m2) pada sampling bulan Juni dan September 2012 menunjukkan nilai 0,11–15.67 dan 0-29.29. Thalassia hemprichii dan Halodule uninervis mempunyai rata-rata penutupan yang tertinggi masing-masing pada sampling September dan Juni 2012.

Penutupan  lamun  berhubungan  erat  dengan habitat  atau  bentuk  morfologi  dan  ukuran  suatu spesies  lamun.  Kerapatan  yang  tinggi  dan  kondisi pasang  surut  saat  pengamatan  juga  dapat mempengaruhi nilai estimasi penutupan lamun. Satu individu   Enhalus  acoroides  akan  memiliki  nilai penutupan  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan satu individu  Halodule uninervis  karena ukuran daun Enhalus  yang  jauh  lebih  besar.  Sedangkan  individu lamun  yang  berukuran  lebih  kecil  seperti   Halophila minor  akan memiliki nilai persentase penutupan yang lebih kecil pula (Short dan Coles, 2001). Pada Tabel 3,  6  dan  Gambar  7  dapat  dilihat  persen  penutupan lamun  di  perairan  Pulau  Parang.  Kisaran  penutupan lamun pada sampling pertama adalah 0 -14 %/m² dan 0,56-13,05%/ m² pada sampling ke dua.  Thalassia hemprichii  mempunyai  persentase  penutupan tertinggi  pada  sampling  bulan  Juni  dan  Halodule uninervis pada sampling bulan September. Perbedaan  jumlah  tegakan,  frekuensi  serta persen  penutupan  lamun  antara  bulan  Juni  dengan bulan September umunya disebabkan  oleh beberapa faktor, diantaranya faktor kualitas air dan faktor dari aktivitas  manusia.  Den  Hartog  (1970);  Herkul  dan Kotta  (2009)  menyatakan  bahwa  laju  pertumbuhan dan  persebaran  padang  lamun  di  perairan dipengaruhi  oleh suhu, salinitas, substrat, kecepatan
arus  dan  derajat  keasaman  (pH).  Sebagai  contoh, salinitas  normal  yang  masih  mampu  ditolerir  oleh lamun  ada  pada  kisaran  10–40  ppt  dan  optimun pada  salinitas  35  ppt.  Kerapatan  di  pulau  Kumbang pada bulan juni didominasi oleh  Thalassia hemprichiinamun pada bulan september justru dipengaruhi oleh Halodule  uninervis.  Pada  data  kualitas  air  salinitas menurun dibulan september saat sampling dilakukan, sehingga  dimungkinkan  fluktuasi  salinitas  tersebut tidak  dapat  ditolelir  oleh  lamun  jenis  Thalassia hemprichii,  sehingga  kerapatannya  menurun. Menurut  Gilanders  (2006)  dan  Herkul  dan  Kotta (2009)  bahwa  penurunan  salinitas  akan  akan menurunkan  kemampuan  lamun  dalam  melakukann fotosintesis.  Salinitas  juga  berpengaruh  terhadap biomassa, produktivitas primer, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Terpenting, Kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas Kondisi  perairan  merupakan  faktor  penting dalam kelangsungan kehidupan biota atau organisme di  suatu  perairan  laut.  Kondisi  perairan  sangat menentukan  kelimpahan  dan  penyebaran  organisme di  dalamnya,  akan  tetapi  setiap  organisme  memiliki kebutuhan  dan  preferensi  lingkungan  yang  berbeda untuk  hidup  yang  terkait  dengan  karakteristik lingkungannya  (Tomascick  et  al.,  1997).  Kondisi perairan  di  suatu  ekosistem  meliputi  salinitas,  pH, suhu,  DO,  kecerahan,  BOT  air,  ammonium,  nitrat, nitrit, dan orthophospat.

Referensi :
Rasakan Sensasi Memiliki Pulau Pribadi Di Pulau Kumbang Karimunjawa.http://panduanwisata.id/2013/03/02/rasakan-sensasi-memiliki-pulau-pribadi-di-pulau-kumbang-karimunjawa/ diakses pada tanggal 15 Maret 2015
Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa (Seagrass Community Structure of Kumbang Waters-Karimunjawa Islands). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ijms/article/view/5136 diakses pada tanggal 15 Maret 2015